TIGA SEBAB KEHANCURAN UMAT DAN BANGSA
TIGA SEBAB KEHANCURAN UMAT DAN BANGSA
Oleh: Drs. H. Ahmad Yani
Ketua Departemen
Dakwah PP DMI, Ketua LPPD KhairuUmmah, Penulis 50 Buku Manajemen Masjid, Dakwah
dan Keislaman. Trainer Dai dan Manajemen Masjid. Komunikasi 0812-9021-953
اَلْحَمْدُ
لِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ
وَنَتُوْبُ إِلَيْهِ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ
أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ
لَهُ. اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ
وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ
عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى ءَالِهِ وَاَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُ اِلَى
يَوْمِ الدِّيْنِ. اَمَّا بَعْدُ: فَيَاعِبَادَ اللهِ : اُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي
بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِى
الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ: يَااَيُّهَا الَّذِيْنَ اَمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ
تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
Sidang Jumat Yang Dimuliakan Allah
Suatu
umat dan bangsa mengalami pasang surut, ada saat dimana mereka hidup dengan
kemuliaan dan kejayaan, namun pada saat yang lain dalam kehinaan dan
kesengsaraan hingga tercatat dalam sejarah sebagai umat yang terpuruk. Dalam
suasana memperingati HUT RI, Sebagai umat Islam dan bangsa Indonesia
kita tidak ingin terpuruk. Karena itu, harus kita cari sebab utama kehancuran suatu umat atau bangsa agar
kita bisa mencegahnya sejak dini dan bila tanda-tanda itu sudah ada segera kita
hentikan. Dalam suatu hadits, Rasulullah saw bersabda:
إِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ إِذَا
أَرَادَ أَنْ يُهْلِكَ عَبْدًا نَزَعَ مِنْهُ الْحَيَاءَ فَإِذَا نَزَعَ مِنْهُ
الْحَيَاءَ لَمْ تَلْقَهُ إِلاَّ مُقِيْتًا مُمْقِتًا (بَغِيْضًا مُبْغِضًا),
فَإِذَا لَمْ تَلْقَهُ إِلاَّ مُقِيْتًا مُمْقِتًا نُزِعَتْ مِنْهُ اْلأَمَانَةُ,
فَإِذَا نُزِعَتْ مِنْهُ اْلأَمَانَةُ لَمْ تَلْقَهُ إِلاَّ لَمْ تَلْقَهُ إِلاَّ
خَائِنًا مَخُوْنًا, فَإِذَا لَمْ تَلْقَهُ إِلاَّ خَائِنًا مَخُوْنًا نُزِعَتْ
مِنْهُ الرَّحْمَةُ, فَإِذَا نُزِعَتْ
مِنْهُ الرَّحْمَةُ لَمْ تَلْقَهُ إِلاَّ رَجِيْمًا مُلْعَنًا, فَإِذَا لَمْ
تَلْقَهُ إِلاَّ رَجِيْمًا مُلْعَنًا نُزِعَتْ مِنْهُ رَبْقَةُ اْلإِسْلاَمِ
Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla, jika
Dia berkehendak untuk membinasakan (menghancurkan) seorang hamba, maka Dia akan
mencabut rasa malu dari hamba tersebut. Jika rasa malu telah tercabut darinya,
maka Allah tidak akan mendapati hamba tersebut kecuali sebagai orang yang
dimurkai dan dibenci-Nya. Jika ia telah menjadi orang yang dimurkai dan dibenci
oleh Allah, maka tercabutlah darinya amanah. Jika sikap amanah telah tercabut
darinya, maka Allah tidak akan mendapatinya kecuali sebagai orang yang
berkhianat dan pembuat khianat, maka akan tercabutlah darinya kasih sayang
(rahmat) Allah. Jika kasih sayang Allah telah dicabut darinya, maka ia tidak
lain adalah orang yang terkutuk dan terlaknat. Dan jika Allah telah
menetapkannya sebagai orang yang terkutuk, maka tercabutlah darinya
perlindungan Islam (HR. Ibnu Majah).
Dari
hadits di atas, ada tiga tahap yang apabila dimiliki oleh umat Islam, baik
secara pribadi, keluarga maupun jamaah,
masyarakat dan bangsa akan mengalami kehancuran yang tidak bisa terelakkan. Pertama, tercabut rasa malu. Memiliki sifat malu merupakan sesuatu yang amat penting,
yakni malu bila melakukan hal-hal yang tidak dibenarkan oleh Allah swt dan
Rasul-Nya. Hal ini karena, bila kita dan anggota masyarakat lainnya telah
memiliki rasa malu, maka tidak akan ada penyimpangan yang dilakukan. Karenanya
hal ini menjadi salah satu cabang penting dari iman yang berarti keimanan
seseorang perlu kita pertanyakan
apabila pada dirinya tidak ada perasaan malu. Rasulullah saw
bersabda:
أَلْحَيَاءُ شُعْبَةٌ
مِنَ اْلِايْمَانِ
Malu itu cabang dari iman” (HR. Bukhari).
Bila rasa malu ini sudah tidak lagi dimiliki, seseorang bisa melakukan apa saja sesuai dengan
kehendaknya, dalam satu hadits yang berasal dari Abu Mas’ud Uqbah bin Amr Al
Anshari Al Badri dinyatakan:
إِنَّ مِمَّا أَدْرَكَ النَّاسُ مِنْ كَلاَمِ
النُّبُوَّةَ اْلأُوْلَى: اِذَا لَمْ تَسْتَحْيِ فَاصْنَعْ مَا شِئْتَ
Sesungguhnya
sebagian dari apa yang telah dikenal orang dari ungkapan kenabian yang pertama
adalah: Jika engkau tidak malu, berbuatlah sekehendak hatimu (HR. Bukhari).
Kaum
Muslimin Yang Berbahagia.
Kedua yang
membuat umat dan bangsa bisa hancur adalah Tercabut Amanah. Sesudah
rasa malu tercabut dari jiwa seseorang, maka ia tidak peduli dengan citra
dirinya yang rusak, karenanya iapun akan mengabaikan amanah yang dibebankan
kepadanya. Dalam hidup
ini, kita mendapatkan begitu banyak amanah, baik dari Allah
swt maupun dari sesama manusia. Secara harfiyah, amanah artinya dipercaya.
Secara khusus, amanah berarti mengembalikan sesuatu yang dititipkan oleh
seseorang kepadanya. Adapun makna umumnya adalah menyampaikan atau melaksanakan
sesuatu yang ditugaskan kepadanya. Sifat ini bukan hanya penting karena
termasuk akhlak yang mulia, tapi justeru kualitas keimanan seseorang sangat
tergantung pada apakah ia bisa menjalankan amanah atau malah berkhianat. Oleh
karena itu, dalam satu hadits, Rasulullah saw bersabda:
لاَ إِيْمَانَ لِمَنْ لاَ أَمَانَةَ لَهُ،
وَلاَدِيْنَ لِمَنْ لاَعَهْدَلَهُ.
Tidak (sempurna) iman seseorang yang tidak amanah, dan
tidak (sempurna) agama seseorang yang tidak menunaikan janji (HR. Ahmad).
Karena
amanah merupakan sesuatu yang sangat penting, maka Allah swt memerintahkan
kepada manusia untuk menunaikan amanah sebagaimana firman-Nya:
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ
تُؤَدُّوا الأمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا
Sesungguhnya
Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimannya (QS An
Nisa [4]:58).
Tanda-tanda kehancuran dan keterpurukan sebagai bangsa sudah banyak
terjadi. Jabatan yang merupakan amanah seringkali disalahgunakan untuk
kepentingan pribadi, keluarga dan golongan. Penegakan hukum masih tebang pilih,
korupsi semakin banyak terjadi dan begitulah seterusnya.
Saudaraku
Kaum Muslimin Yang Dimuliakan Allah.
Ketiga yang membuat umat dan bangsa bisa hancur adalah tercabutnya
rasa kasih sayang. Saling berkasih sayang merupakan salah satu kunci
kekuatan umat Islam dan bangsa, ini tercermin pada sikap hormat menghormati,
berbaik sangka, tolong menolong bahkan mengutamakan orang lain ketimbang
dirinya sendiri. Bila
kasih sayang telah tercabut dari jiwa kita, yang terjadi adalah konflik dan permusuhan yang bermula dari sikap
marah. Karenanya sikap marah itu harus kita hindari dari diri kita. Al ghadhab atau marah merupakan salah satu sifat yang sangat berbahaya,
ini telah menghancurkan manusia, baik secara pribadi maupun kelompok.
Karenanya, sesama
muslim seharusnya tidak saling menunjukkan kemarahan.
اَلْغَضَبُ
يُفْسِدُ اْلاِيْمَانَ كَمَا يُفْسِدُ الصَّبْرُ الْعَسَلَ
Marah itu dapat merusak iman seperti pahitnya jadam merusak manisnya madu
(HR. Baihaki).
Kedua, mudah marah akan mudah menyulut kemarahan
orang lain sehingga hubungan kita kepada orang lain bisa menjadi renggang
bahkan terputus sama sekali. Oleh karena itu, seseorang baru disebut sebagai
orang yang kuat ketika ia mampu mengendalikan dirinya pada saat marah sehingga
kemarahan itu dalam rangka kebenaran bukan dalam rangka kebathilan, Rasulullah
saw bersabda:
لَيْسَ
الشَّدِيْدُ بِالسُّرْعَةِ وَاِنَّمَا الشَّدِيْدُ الَّذِيْ يَمْلِكُ نَفْسَهُ
عِنْدَ الْغَضَبِ.
Orang kuat bukanlah yang dapat mengalahkan musuh, namun orang yang kuat
adalah orang yang dapat mengontrol dirinya ketika marah (HR. Bukhori dan
Muslim).
Dari khutbah ini, menjadi jelas bagi kita bahwa
tanda-tanda kehancuran harus kita jauhi dari diri, keluarga, jamaah, masyarakat
dan bangsa kita agar kita bisa selamat di dunia dan akhirat.
Demikian
khutbah Jumat kita yang singkat hari ini, semoga hari kemerdekaan yang kita
peringati tahun membuat kita menyadari bahwa keselamatan bangsa harus kita
utamakan dan segala yang tidak benar harus kita hentikan dan hindari.