DUA KEHARUSAN ORANG TAQWA
DUA KEHARUSAN ORANG TAQWA
Oleh: Drs. H. Ahmad Yani
Ketua
Departemen Dakwah PP DMI, Ketua LPPD Khairu Ummah, Trainer Dai & Manajemen
Masjid, Penulis 48 Judul Buku. HP/WA 0812-9021-953 & 0812-9930-6180
MESKIPUN TIDAK ADA IBADAH JUMAT KARENA WABAH VIRUS CORONA, JAMAAH HARUS TETAP DAPAT MATERI KHUTBAH. BAGIKAN TEKS KHUTBAH INI KEPADA KAUM MUSLIMIN.
اَلْحَمْدُ
لِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ
وَنَتُوْبُ إِلَيْهِ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ
أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ
لَهُ. اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ
وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ
عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى ءَالِهِ وَاَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُ اِلَى
يَوْمِ الدِّيْنِ. اَمَّا بَعْدُ: فَيَاعِبَادَ اللهِ : اُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي
بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِى
الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ: يَااَيُّهَا الَّذِيْنَ اَمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ
تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
Saudaraku Kaum Muslimin Yang Berbahagia.
Setiap kita harus terus meningkatkan taqwa kepada Allah
swt. Meskipun seseorang sudah termasuk orang taqwa, tetap saja ada yang harus
ditekankan dan diperhatikan agar taqwa dapat dipertahankan dan ditingkatkan.
Karena itu, ada keharusan yang harus dilakukan oleh orang bertaqwa, Allah swt
berfirman:
.يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ
وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ
خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ. وَلا تَكُونُوا كَالَّذِينَ نَسُوا اللَّهَ فَأَنْسَاهُمْ
أَنْفُسَهُمْ أُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap
diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan
bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan. Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu
Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri. Mereka itulah
orang-orang yang fasik. (QS Al Hasyr [59]:18-19)
Dari ayat di atas,
setidaknya ada dua keharusan yang harus dilakukan, karenanya menjadi penting
bagi kita untuk membahas dan memahaminya. Pertama, introspeksi diri.
Salah satu sifat yang harus kita miliki atau aktivitas yang harus kita lakukan
sebagai seorang muslim yang berkepribadian terpuji adalah melakukan apa yang
disebut dengan Muhasabah atau evaluasi dan introspeksi diri. Perjalanan hidup
yang mengikuti perputaran waktu secara rutin seringkali membuat manusia
menjalani kehidupan ini secara rutinitas sehingga kehilangan makna hidup yang
sesungguhnya, bahkan bisa jadi kesalahan yang dilakukanpun tidak disadarinya,
apalagi bila kesalahan itu sudah biasa dilakukan. Sahabat Nabi yang bernama
Umar bin Khattab berpesan kepada kita semua tentang keharusan bermuhasabah ini,
beliau menyatakan:
حَاسِبُوْا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُحَاسَبُوْا
Hitung-hitunglah dirimu sebelum kamu dihitung (oleh Allah).
Muhasabah bisa kita lakukan dengan tiga bentuk. Pertama,
muhasabah sebelum berbuat, yakni memikirkan terlebih dahulu; apakah yang hendak
dilaksanakan itu sesuai dengan ketentuan Allah dan Rasul-Nya atau tidak. Dalam
kaitan ini, seorang muslim yang sejati harus melakukan sesuatu sebagaimana
ketentuan Allah dan Rasul-Nya sehingga sesuatu itu tidak langsung dilaksanakan
tetapi dipikirkannya terlebih dahulu matang-matang. Kalau yang hendak
dilaksanakan itu sesuatu yang sesuai dengan ketentuan Islam, maka dia akan
terus melaksanakan meskipun hambatan dan tantangannya besar, sedang bila tidak
sesuai dengan ketentuan, maka dia akan meninggalkannya meskipun menguntungkan
secara duniawi, inilah yang seringkali disebut dengan “berpikir sebelum
berbuat”. Bagi orang yang beriman, dia akan menyesuaikan diri saja dengan apa
yang Allah kehendaki sebagaimana firman Allah:
وَمَاتَشَآءُوْنَ إِلاَّ أَنْ يَّشَآءَ اللهُ رَبُّ الْعَالَمِيْنَ
Dan kamu tidak dapat mengfhendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila
dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam (QS At Takwir [81]:29).
Kedua,
muhasabah juga bisa dilakukan pada saat melaksanakan sesuatu dengan selalu
mengontrol diri agar tidak menyimpang dari apa yang semestinya dikerjakan dan
bagaimana melaksanakannya, hal ini karena tidak sedikit orang yang sedang
melakukan sesuatu menyimpang dari ketentuan yang semestinya. Dalam kaitan ini, muhasabah
dapat mencegah kemungkinan terjadinya penyimpangan pada saat melaksanakan
sesuatu atau menghentikannya sama sekali. Dalam soal motivasi, muhasabah sangat
penting untuk dilakukan agar niat yang sejak awal sudah betul-betul ikhlas
menjadi kotor karena ada pujian dari orang lain sehingga seseorang menjadi
tambah semangat dalam melakukan sesuatu karena mendapat pujian itu, begitulah
seterusnya dalam persoalan pelaksanaan atas sesuatu. Meskipun seseorang telah
beriman dan bertaqwa kepada Allah Swt, mungkin saja mereka digoda oleh syaitan
sehingga ia segera menghentikan penyimpangan yang dilakukan dan bertaubat,
Allah swt berfirman:
إِنَّ الَّذِيْنَ اتَّقَوْا إِذَا مَسَّهُمْ طَآئِفٌ مِنَ الشَّيْطَانِ
تَذَكَّرُوْا فَإِذَا هُمْ مُبْصِرُوْنَ
Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa, bila mereka ditimpa was-was dari
syaitan, mereka ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahannya
(QS Al A’raf [7]:201).
Ketiga,
muhasabah setelah melakukan sesuatu dengan maksud agar kita dapat menemukan
kesalahan yang kita lakukan, lalu menyesali dengan taubat dan tidak
melakukannya lagi pada masa-masa mendatang. Muhasabah setelah melakukan sesuatu
merupakan sesuatu yang amat penting, karena begitu banyak orang yang melakukan
kesalahan tapi tidak memahami dan tidak menyadarinya lalu mengulangi kesalahan
itu lagi, apalagi kalau sesuatu yang dilakukan itu telah menyampaikan kesuksesan,
padahal bisa jadi meskipun telah mencapai keberhasilan, terdapat kekeliruan
dalam mencapainya. Manakala seseorang sudah menemukan kesalahan dirinya lalu
bertaubat dengan sesungguh hati, maka Allah swt amat senang kepadanya, melebihi
kesenangan seseorang yang menemukan kembali kendaraannya yang hilang di tengah
hutan, Rasulullah saw bersabda:
إِنَّ اللهَ يُحِبُّ الْعَبْدَ الْمُؤْمِنَ الْمُفْتَتَنَ التَّوَّابَ
Sesungguhnya Allah mencintai seorang hamba mukmin yang terjerumus dosa
tetapi bertaubat (HR. Ahmad).
اَللهُ أَفْرَحُ بِتَوْبَةِ عَبْدِهِ مِنْ أَحَدِكُمْ سَقَطَ عَلَى بَعِيْرِهِ
وَقَدْ أَضَلَّهُ فِى أَرْضٍ فَلاَةٍ
Sesungguhnya Allah lebih suka menerima taubat seorang hamba-Nya, melebihi
dari kesenangan seseorang yang menemukan kembali dengan tiba-tiba untanya yang
hilang daripadanya di tengah hutan (HR. Bukhari dan Muslim).
Sidang Jumat Yang
Dimuliakan Allah swt
Keharusan kedua bagi orang taqwa adalah tidak
lupa kepada Allah. Salah satu ungkapan yang sering kita dengar atau bisa jadi
sering kita ucapkan adalah bahwa manusia tidak luput dari salah dan lupa. Namun
ungkapan semacam itu tidak boleh membuat manusia merasa wajar-wajar saja bila
melakukan kesalahan dan menjadikan lupa sebagai alasan yang wajar bila tidak
melakukan sesuatu yang semestinya dilakukan atau tidak meninggalkan sesuatu
yang semestinya ditinggalkan.
Dalam kehidupan sehari-hari, kenyataan menunjukkan bahwa
begitu banyak manusia yang menjadikan kata lupa sebagai alasan bila ia tidak
melakukan apa yang semestinya dilakukan dan orang lain yang dirugikanpun tidak
bisa mempersoalkannya bahkan terpaksa memakluminya. Dalam konteks inilah
seharusnya seseorang berlaku jujur sehingga bila ia memang sebenarnya lalai
seharusnya mengakui saja kelalaiannya itu.
Orang yang bertaqwa tentu tidak lupa kepada Allah swt. Yang
dimaksud lupa kepada Allah adalah lupa kepada ketentuan Allah swt dalam
kehidupan ini sehingga manusia meninggalkan atau mengabaikan
ketentuan-ketentuan-Nya dalam kehidupan ini.
Hal yang lebih membahayakan lagi dari keberadaan orang
yang lupa kepada Allah swt tidak hanya mengabaikan ketentuan-Nya, tapi mereka
juga memerintahkan yang buruk dan mencegah yang baik sehingga ia melakukan
keburukan tidak hanya untuk dirinya sendiri tapi juga melibatkan orang lain
dalam keburukan itu, Allah swt berfirman:
الْمُنَافِقُونَ
وَالْمُنَافِقَاتُ بَعْضُهُمْ مِنْ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمُنْكَرِ وَيَنْهَوْنَ
عَنِ الْمَعْرُوفِ وَيَقْبِضُونَ أَيْدِيَهُمْ نَسُوا اللَّهَ فَنَسِيَهُمْ إِنَّ
الْمُنَافِقِينَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
Orang-orang munafik laki-laki dan perempuan, sebagian dengan sebagian yang
lain adalah sama, mereka menyuruh membuat yang mungkar dan melarang berbuat
yang makruf dan mereka menggenggamkan tangannya. Mereka telah lupa kepada
Allah, maka Allah melupakan mereka. Sesungguhnya orang-orang munafik itulah orang-orang
yang fasik. (QS At Taubah [9]:67).
Orang-orang munafik dinyatakan memerintahkan yang buruk
dan mencegah yang baik karena mereka lupa kepada Allah swt, mereka beranggapan
bahwa keburukan yang mereka lakukan itu akan luput dari pengawasan dan perhitungan
Allah swt, Sayyid Qutb dalam tafsirnya menyatakan bahwa orang-orang munafik
tidak memperhitungkan kecuali perhitungan manusia dan perhitungan untung rugi
di dunia. Ini semua membuat Allah swt akan melupakan mereka dalam arti tidak
akan memberikan perlindungan dan pertolongan kepada siapa saja yang telah lupa
kepada Allah swt dalam kehidupan di dunia ini.
Dengan demikian, lupa
kepada Allah swt amat berbahaya bagi kehidupan manusia karena manusia terus
dipengaruhi oleh orang yang demikian untuk melakukan kemaksiatan dan
kemunkaran. Karena itu, sifat ini tidak mungkin dimiliki oleh oreang yang
bertaqwa, maka menjadi orang taqwa jangan sampai malah lupa kepada Alolah swt.