LIMA SUMBER KELALAIAN
LIMA SUMBER KELALAIAN
Oleh: Drs. H. Ahmad Yani
Ketua Departemen Dakwah PP
DMI, Ketua LPPD Khairu Ummah, Trainer Dai & Manajemen Masjid, Penulis 51
Judul Buku. HP/WA 0812-9021-953
اَلْحَمْدُ
لِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ
وَنَتُوْبُ إِلَيْهِ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ
أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ
لَهُ. اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ
اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى
نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى ءَالِهِ وَاَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُ اِلَى يَوْمِ
الدِّيْنِ. اَمَّا بَعْدُ: فَيَاعِبَادَ اللهِ : اُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى
اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِى الْقُرْآنِ
الْكَرِيْمِ: يَااَيُّهَا الَّذِيْنَ اَمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ
وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
Jamaah Sidang Jumat
Rahimakumullah.
Setiap manusia dicipta oleh Allah swt dengan
maksud yang mulia, yakni untuk mengabdi kepada-Nya. Namun, godaan dan tantangan
hidup membuat banyak orang menyimpang dari jalan pengabdian, bahkan menjadi
durhaka kepada Allah swt. Akibatnya martabat sebagai manusia jatuh sangat
rendah, bahkan lebih rendah dari binatang ternak sekalipun, Allah swt
berfirman:
وَلَقَدْ
ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِنَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لَا
يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لَا
يَسْمَعُونَ بِهَا أُولَئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُولَئِكَ هُمُ
الْغَافِلُونَ
Dan sesungguhnya Kami
jadikan untuk isi neraka Jahanam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka
mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah)
dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat
(tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak
dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan
mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai (QS Al A’raf
[7]:179).
Secara harfiyah al ghaflu adalah
sesuatu yang kosong, karenanya orang yang lalai adalah orang yang tidak
mengharapkan kebaikan dari apa yang dilakukannya dan tidak takut keburukannya. Dalam
istilah lain, lalai adalah ilha’ yang maksudnya adalah kesibukan yang
memalingkan sesuatu yang diinginkan dan berpindah kepada yang diinginkan hawa
nafsu. Karenanya menjadi penting bagi kita untuk mengetahui mengapa manusia
sampai lalai. Kalau kita telusuri di dalam Al Quran, paling tidak sebabnya ada lima. Pertama, bermegah-megahan, ini membuat manusia tidak puas lalu terus
memperbanyak harta dengan cara yang haram, bahkan mengambil hak orang lain,
Allah swt berfirman:
أَلْهَاكُمُ
التَّكَاثُرُ. حَتَّى زُرْتُمُ الْمَقَابِرَ. كَلا سَوْفَ
تَعْلَمُونَ. ثُمَّ كَلا سَوْفَ تَعْلَمُونَ. كَلا لَوْ
تَعْلَمُونَ عِلْمَ الْيَقِينِ . لَتَرَوُنَّ الْجَحِيمَ. ثُمَّ
لَتَرَوُنَّهَا عَيْنَ الْيَقِينِ.ثُمَّ لَتُسْأَلُنَّ يَوْمَئِذٍ عَنِ النَّعِيمِ
Bermegah-megahan telah
melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur. Janganlah begitu, kelak kamu
akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu), dan janganlah begitu, kelak kamu akan
mengetahui. Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang
yakin, niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahiim, dan sesungguhnya
kamu benar-benar akan melihatnya dengan 'ainulyaqin, kemudian kamu pasti akan
ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia
itu). (QS At Takatsur [102]:1-8).
At Takatsur berasal dari kata katsrah yang artinya banyak, ini menunjukkan
adanya dua pihak atau lebih yang saling
bersaing dan masing-masing merasa memiliki paling banyak dengan maksud
berbangga-bangga hingga mengabaikan yang lebih penting. Bermegahan membuat
manusia tidak puas lalu terus memperbanyak harta hingga menggunakan cara yang
haram sekalipun, ini amat berbahaya, apalagi manusia semakin tidak menyadari hingga datang
kematian dan menjadi penyesalan yang amat dalam dalam kehidupan akhirat.
Diantara contoh
orang yang demikian adalah Qarun yang diazab Allah swt dengan diamblaskan diri
dan hartanya ke dalam bumi. Peristiwa yang diabadikan Allah swt di dalam Al
Quran ini seharusnya menjadi pelajaran bagi manusia agar tidak bersikap
demikian.
Kaum Muslimin Yang
Berbahagia.
Kedua yang menjadi sumber
kelalaian adalah harta dan anak. Harta dan anak boleh dimiliki oleh
manusia, namun jangan sampai kita menjadi lalai karenanya, Allah swt berfirman:
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلَا أَوْلادُكُمْ عَنْ ذِكْرِ
اللَّهِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ
Hai orang-orang yang
beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat
Allah. Barang siapa yang membuat demikian maka
mereka itulah orang-orang yang rugi. (QS Al Munafikun [63]:9).
Lalai dalam kaitan dengan harta berarti
terlalu mencurahkan potensi berpikir hingga tidak memikirkan hal-hal yang lebih
penting, lalu berusaha memperolehnya meskipun mengabaikan kewajiban yang lain,
bahkan menghalalkan secara cara dan selanjutnya terlalu asyik menikmati harta
sehingga tidak melaksanakan kewajiban yang berkaitan dengan harta seperti
zakat, infak dan sedekah. Karenanya, pertanggungjawaban soal harta di akhirat bukan
hanya memperolehnya halal atau tidak, sekalipun sudah halal, tetap akan
dimintai pertanggungjawaban untuk apa harta itu dipergunakan.
Adapun lalai dalam
kaitan anak adalah terlalu asyik bercengkrama dengan mereka sampai lupa
mendidik dan mempersiapkannya untuk masa depan yang lebih baik, apalagi sampai
membiarkan anak melakukan yang tidak benar, mencintainya secara berlebihan
sehingga tidak mau menghukumnya ketika bersalah pada saat anak sebenarnya sudah
pantas menerima hukuman atas kesalahannya, apalagi bila membiarkan saja atas
kesalahan yang dilakukan hanya karena orang tua mencintainya.
Sumber kelalaian
yang ketiga adalah perdagangan
atau jual beli, ini merupakan
sesuatu yang tidak bisa dipisahkan dari
kehidupan manusia. Karenanya hal itu memang harus dilakukan oleh siapa saja agar kebutuhan hidup bisa dipenuhi.
Namun, seringkali membuat manusia jadi lalai. Para pedagang lalai dengan
berbohong, mengurangi takaran dan timbangan hingga menutupi cacatnya suatu
barang demi mendapatkan keuntungan yang banyak. Para pembeli juga bisa lalai
dengan membohongi pedagang agar memperoleh harga yang murah. Dari sisi waktu,
keduanya bisa lalai hingga mengabaikan waktu beribadah secara khusus seperti
shalat berjamaah, shalat Jumat dan sebagainya, bahkan perhatian kepada keluarga
dan bermasyarakat.
Disamping itu,
sesudah keuntungan didapat, para pedagang bisa lalai dengan tidak mau zakat,
infak dan sedekah, mereka terus mengembangkan perdagangannya hingga memiliki
banyak toko dan cabang usaha. Sedangkan para pembeli juga asyik membeli banyak
barang, bahkan yang tidak dibutuhkannya hingga terabaikan kewajiban yang lain
berkaitan dengan uang yang dimilikinya, juga kewajiban zakat, infak dan
sedekahnya. Karena itu, hubungan dengan Allah swt yang dilambangkan dengan
shalat dan hubungan dengan sesama manusia yang dilambangkan dengan zakat tidak
sampai terabaikan. Kelalaian ini tidak akan terjadi selama manusia masih
memiliki rasa takut dengan kesengsaraan dan penderitaan hari akhirat, Allah swt
berfirman:
رِجَالٌ لَا
تُلْهِيْهِمْ تِجَارَةٌ وَلَا بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ
وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ يَخَافُونَ يَوْمًا تَتَقَلَّبُ فِيْهِ الْقُلُوبُ وَالْأَبْصَارُ
Laki-laki yang tidak
dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat
Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari) membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari
itu) hati dan penglihatan menjadi guncang (QS An Nur [24]:37).
Maasyiral Muslimin
Rahimakumullah.
Keempat, yang merupakan sumber
kelalaian adalah angan-angan kosong. Angan-angan kosong adalah
menginginkan sesuatu yang tidak mungkin dilakukan, misalnya meminta ditunda
kematian hingga sudah berada di neraka ingin kembali ke dunia dan menjadi
muslim. Allah swt berfirman:
رُبَمَا يَوَدُّ
الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْ كَانُوا مُسْلِمِينَ. ذَرْهُمْ
يَأْكُلُوا وَيَتَمَتَّعُوا وَيُلْهِهِمُ الأمَلُ فَسَوْفَ يَعْلَمُونَ
Orang-orang yang kafir itu sering kali (nanti
di akhirat) menginginkan, kiranya mereka dahulu (di dunia) menjadi orang-orang
muslim. Biarkanlah mereka (di dunia ini) makan dan bersenang-senang dan
dilalaikan oleh angan-angan (kosong), maka kelak mereka akan mengetahui (akibat
perbuatan mereka). (QS Al Hijr [15]:2-3).
Berangan-angan kosong seperti itu membuat
manusia suka bersenang-senang hingga mengabaikan prinsip-prinsip kebenaran yang
datang dari Allah swt dan Rasul-Nya. Akibatnya,
hidup yang dijalani tidak memiliki makna dan berakhir begitu saja. Karena itu, iman bukan
sekadar pernyataan kosong yang penuh angan-angan untuk meraih surga, tapi harus
dibuktikan dengan sikap dan amal islami, Rasulullah saw bersabda:
لَيْسَ الْاِيْمَانُ
بِالتَّمَنِّى وَلَكِنَّ مَا وَقَرَّ فِى الْقَلْبِ وَصَدَّقَهُ الْعَمَلِ
Sesungguhnya iman bukanlah
angan-angan dan pengakuan semata, akan tetapi ia adalah dengan keyakinan di
dalam hati dan dibuktikannya dengan amalan-amalan.” [Diriwayatkan oleh Ibnul
Mubarak dan Al-Baihaqi)
Kelima yang merupakan sumber
kelalaian adalah meremehkan wahyu. Salah satu fungsi Al Quran adalah petunjuk
bagi manusia. Karenanya, setiap manusia harus memperhatikan dengan penuh
kesungguhan. Komitmen kita kepada Al Quran membuat kehidupan kita menjadi
terarah dan bermakna. Namun, orang-orang kafir tidak mau menunjukkan
kesungguhan memperhatikan Al Quran, meskipun mereka mendengarnya, mereka
justeru bermain-main sebagaimana umumnya kanak-kanak atau justeru mereka
mengolok-olok ayat yang turun sehingga mereka menjadi lalai dalam kehidupan
ini, Allah swt berfirman:
مَا يَأْتِيهِمْ
مِنْ ذِكْرٍ مِنْ رَبِّهِمْ مُحْدَثٍ إِلَّا اسْتَمَعُوهُ وَهُمْ يَلْعَبُونَ. لَاهِيَةً قُلُوبُهُمْ وَأَسَرُّوا النَّجْوَى الَّذِينَ ظَلَمُوا هَلْ هَذَا
إِلَّا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ أَفَتَأْتُونَ السِّحْرَ وَأَنْتُمْ تُبْصِرُونَ
Tidak datang kepada mereka
suatu ayat Al Qur'an pun yang baru (diturunkan) dari Tuhan mereka, melainkan
mereka mendengarnya, sedang mereka bermain-main, (lagi) hati mereka dalam keadaan
lalai. Dan mereka yang zalim itu merahasiakan pembicaraan mereka: "Orang
ini tidak lain hanyalah seorang manusia (jua) seperti kamu, maka apakah kamu
menerima sihir itu, padahal kamu menyaksikannya?" (QS Al Anbiya [21]:2-3).
Demikian khutbah kita yang singkat hari
ini, semoga bermanfaat bagi kita bersama, amin.
بَارَكَ اللهُ لِى وَلَكُمْ فِى الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ وَنَفَعَنِى
وَاِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ
اللهُ مِنِّى وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ اِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ
وَاسْتَغْفِرُوْهُ اِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ